Jakarta - Kebijakan zonasi bukanlah kebijakan
yang baru sama sekali dan sifatnya tidak menafikan kebijakan sebelumnya.
Hanya saja, kebijakan zonasi memang diterbitkan karena perlu ada
koreksi terhadap kebijakan yang sudah mulai menyimpang.Demikian disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendy, dalam diskusi media
di Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) bertajuk “Zonasi Sekolah untuk
Pemerataan” yang berlangsung di Gedung Serbaguna Roeslan Abdulgani,
Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Rabu
(18/7/2018).
“Setiap kebijakan pada masa tertentu memang perlu dikoreksi dan
dilakukan upaya pelurusan kembali pada filosofi dasarnya. Karena
kebijakan pasti akan mengalami penyimpangan yang itu bisa baru ketauan
setelah sekian puluh tahun. Saat itulah kebijakan sebelumnya harus
ditelaah kembali, harus dibenahi,” katanyai.Penyimpangan yang terjadi, menurut Muhadjir, di antaranya tampak dari
beberapa gejala yang merupakan konsekuensi dari kebijakan sebelumnya.
Seperti, sambung dia, terjadinya kastanisasi sekolah.
“Di mana ada sekolah berkasta tinggi, dan ada yang paling bawah. Kemudian juga favoritisme sekolah,” tuturnya.Padahal, Muhadjir mengingatkan, sekolah sebagai fasilitas yang
disediakan negara, seharusnya bersifat nonrivalisasi, tidak eksklusif,
dan tidak diskriminatif. Lantaran itulah ketika sudah terjadi gejala
penyimpangan tersebut, kata dia, segera diambil kebijakan yang merupakan
upaya untuk mengembalikan pada arah sebagaimana harusnya.Bertolak dari pertimbangan itulah, menurut Muhadjir, sistem zonasi
diberlakukan. Dimana arah dari kebijakan zonasi, sambung dia, adalah
pemerataan akses pendidikan terjamin dan juga mendorong kreativitas
pendidik dalam kelas heterogen.
“Perlu diingat bahwa dalam sebuah kelas, populasi yang ada harus heterogen. Kalau homogen bukan kelas,” tuturnya.Selain itu, Muhadjir menambahkan, melalui sistem zonasi maka ada
upaya mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik. “Ini terkait
dengan pemahaman Tri Pusat Pendidikan. Di mana, terselenggaranya
pendidikan terhadap anak merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan
masyarakat,” katanya.
Zonasi juga, Muhadjir mengatakan, bertujuan menghindarikan sifat
eksklusivitas dan diskriminasi di lingkungan pendidikan. Dan hal lain,
kata dia, kebijakan zonasi juga diambil demi meningkatkan akses
pendidikan pada kelompok rentan.“Sesuai amanat PP 66/2010, setiap sekolah negeri harus menampung minimum 20 persen anak tidak mampu,” katanya.
Sumber : https://jpp.go.id/teknologi/pendidikan/322902-koreksi-kebijakan-lama-mendikbud-zonasi-harus-ditempuh